Mentalitas Korban
![]() |
cr : pinterest |
Banyak cerita yang akan aku ungkap untuk episode kali ini. Bukan hanya di dunia fiktif, namun juga di dunia ku. Kalau salah ya ngaku salah, bukannya membawa suasana drama seakan-akan jadi korban. Ungkapan yang paling tajam sebagai tombak konflik.Sesaat yang lalu, sudah pernah ku bahas tentang perasaan legawa itu. Namun kini, perasaan legawa itu nampaknya tak mempan untuk telingaku saat ini.
Teruji, dari waktu ke waktu. Melewati banyak musim. Lengkap. Jatuh bangun berkesudahan. Namun belum bisa disimpulkan dengan sebuah kegagalan. Masih dalam tahap melewati lorong yang masih sunyi dan gelap. Entah dimana titik temu nya. Apakah akan seterang cahaya rembulan di malam hari. Ataukah masih tertutup kabut mendung tebal.
Kini, aku tidak akan melewatkan banyak hal dramatis yang sebenarnya bisa kuraih. Mengalah tdak akan bisa menyelesaikan masalah saat ini. Harus dituntut berani, tanggung, speak up agar tidak dicap sebagai pelaku. Senyuman iba. Sorot mata yang mengelabuhi. Aku tidak menyukainya. Sungguh. Secercah harapan kalian memintaku untuk mengatakan iya. Kini sudah tertolak olehku. Aku tidak ingin mengatakannya.
Perihal hati, pasti menjadi boomerang bagi kebanyakan orang. Semua orang punya hati, namun harus paham dan tau cara kerjanya. Peletakan hati, ego dan akal dimana, mereka semua harus tau. Jangan memutar balikkan fakta dan mengada-ada. Jangan hanya berperan sebagai korban, namun juga bertindaklah dan sadar. Bahwa kita tau pasti siapa pelakunya. Mungkin diri kita sendiri? Atas karma yang telah kita lakukan di momen sebelumnya.
Aku tidak ingin membatah semua ungkapan maaf atau penyesalan. Kita mengetahui, bahwa hal itu perlu dilakukan. Tergolong sederhana namun sangat bermakna. Tolong, maaf dan terimakasih. Kata mujarab yang harus selalu diingat. Sopan santun yang perlu dilakukan. Tidak mudah hanya sekedar meminta maaf dan memaafkan. Namun harus sedetail pengakuan tulus dan penerimaan dengan lapang dada.
Comments
Post a Comment