Perihal Kehilangan
Maret 2022, bulan terbingung yang pernah ada. Aku yang mencoba keluar dari zona eksekusi kesibukan diri, ingin menyerah pada sesuatu, penat, struggle namun seru ini, dibuat jumpscare, bingung akan hal yang terjadi pada bulan ini. Tentang diriku yang meninggalkan dan ditinggalkan. Meninggalkan ketulusan demi kedamaian diri. Dan ditinggalkan orang yang paling berarti.
Pantas saja, tidak ada satu karya pun yang keluar. Tidak sepatah kata pun, yang pantas diungkapkan pada saat itu. Rasanya seperti bimbang dan pikiran dipenuhi kata, "kenapa". Februari ku bahagia. Februari ku manis. Aku menghentikan kesedihan pada bulan itu. Berharap bulan selanjutnya bisa kembali bangkit maupun nyaman untuk bahagia. Ternyata, dunia tidak mengizinkan aku untuk berlarut dalam kebahagiaan. Harus ada ujian lagi untuk melangkah ke pendewasaan diri.
Sampai sekarang pun, rasanya masih seperti mimpi. Berlalu lalang mengingat bayangan kenyataan. Perih, kenapa harus ini terjadi. Kenapa bukan hal lain. Kenapa harus beliau yang kau ambil. Kenapa bukan diri ini yang sudah tau kesalahan.
Dan yang pergi, tak akan pernah bisa kembali. Takdir. Bukan kamu yang salah, bukan juga orang lain. Tapi, sudah saatnya untuk menerima awal yang baru. Bukan hanya penyesalan. Tapi cara untuk berdamai dengan semuanya. Termasuk, berdamai dengan diri. Yang mencoba kuat. Yang mencoba bersembunyi diatas semangat. Yang mencoba baik-baik saja agar tidak menambah runyam kondisi.
Karena bukan hanya tentang healing diri, namun tentang hidup orang lain. Yang lebih butuh dipedulikan. Egois jika hanya memikirkan hati sendiri. Sementara orang lain yang lebih butuh kehangatan agar tidak tambah rapuh. Menangis tidak dilarang. Menangislah jika kamu perlu. Tapi yang harus kamu tahu, semua tanggung jawab tidak dapat digantikan. Jika memang harus kamu, ya kamu. Sudah cukup waktunya untuk beristirahat. Sudah cukup untuk terus bersembunyi dalam luka. Saatnya tampil untuk memberantas hal pokok yang harus dihadapi.
Comments
Post a Comment