Depresi
Suatu
hal dimana hati yang semula kokoh nan baik-baik saja mendadak jatuh dan
bimbang. Memikirkan sejuta hal disekitar kehidupan. Paling banyak yang
dipikirkan adalah suatu masalah. Masalah yang menumpuk atau mungkin
berkelanjutan seperti tidak pernah terselesaikan.
Perasaan
itu yang datang tak diundang, pasti ada sebab yang terjadi. Ada suatu masalah
yang ringan tapi menusuk. Sampai-sampai dipikirkan lama padahal jawabannya
telah ada. Banyak kalimat tanya dan bingung mungkin rancu. Tak selalu menemukan
solusi yang cepat.
Kalian
tahu apa hal terburuknya? Hal terburuknya adalah menyalahkan diri atau mungkin
menyalahkan sang Pencipta. Astagfirullah. Iya, pernah kan, pasti. Bukan kadang
lagi, namun sering. Mengapa aku dilahirkan. Mengapa diriku bodoh sekali. Kenapa
aku terlalu baperan. Kenapa aku ga pernah bisa dewasa.
Kenapa
masalah terus datang. Kenapa. Dan hanya ada pertanyaan kenapa. Kata bagaimana
untuk menemukan solusi tak pernah muncul. Walau sekejap. Tiada hari tanpa
masalah. Waktu yang terukir untuk rehat sejenak, momen itu hilang, dimana rehat
sudah terselesaikan. Kembali menjalani masalah yang baru.
Revisi
masalah kebodohan yang dahulu, menjadi kilas balik kebodohan lagi sekarang. Seperti
dejavu yang terus menggentayangi pikiran. Rapuh. Hati ini terlalu rapuh. Hati ini
bukan terlahir lemah. Namun pertumbuhannya yang lemah. Seperti tidak tumbuh. Kadang
merasa bahwa apakah hati ini sudah mati.
Mungkin
banyak orang yang beranggapan. Baperan ih. Gitu aja dibawa rumit. Sedih mulu. Kaku
amat hidup lu. Dalam hati terukir, haruskah diri membentaknya. Haruskah diri
menjelaskan semuanya. Ha. Tidak kawan. Mungkin kamu bisa berbincang macam tu. Apakah
kamu sanggup bila bertukar posisi.
Barang
sejenak, banyak review, banyak kilas balik pada zaman dahulu. Dan, hasilnya
nihil. Kebahagiaan itu sesaat, sempit, redup. Terang yang dirindukan, hilang. Dan
tidak akan pernah bisa balik. Ini benar-benar jatuh. Hahhhhhhh. Maaf, jikalau
diri ini terlalu emosi. Diri ini terlalu bodoh. Diri ini terlalu membuat banyak
kesalahan.
Bahkan
ngeri untuk menceritakannya. Lagi. Lagi. Dan lagi. Maaf, pernah bahkan sering
tidak mempercayai siapapun. Saking penatnya pernah dibohongi banyak pihak. Bahkan
tidak tersumpal perkataan bab sekecil pun. Apa aku pernah berusaha bangkit. Ya sering,
saat tangis usai, seringkali berpikir dari sudut pandang yang lain.
Makanya,
kadang ga jujur. Dan mungkin ga akan pernah bisa jujur. Bahwa diri ini tidak
baik-baik saja. Diri ini rapuh, mati, kecewa dan bodoh. Dan tak pandai
menjelaskan. Hanya dalam raut bahagia tapi menusuk, dan tangisan di dalam renungan
hati yang terlalu dalam.
Comments
Post a Comment