Trauma
Waktu seakan bergulir dengan cepat.
Padahal tidak. Hari demi hari yang dilewati seakan terbang maknanya. Kesan yang
terukir begitu indah, tajam dan juga ada yang memalukan. Luka yang belum pulih
seakan hilang dengan mengalirnya waktu. Kini hanya mengambil kesan yang anggun
dan bahagia. Kesan yang tidak ternodai dengan duka.
Tapi, apakah perasaan itu sudah hilang. Aku harap sudah. Namun, kenyataannya belum sembuh sedikitpun. Malah
semakin bertemu semakin ada lagi masalah yang baru, lalu rasa itu kembali
hadir, trauma. Mungkin apakah ini pertanda harus menghilang? Atau bertahan?
Tak masuk akal memang. Hati dan
pikiran berbeda arah. Pikiran yang terus mengulang kejadian detik demi detik.
Namun dia menyakiti hati. Hati menangis tersedu-sedu. Terus berteriak minta
tolong. Untuk menghentikan trowbacknya pikiran.
Setelah berlalu, aku berharap
kehidupan kembali normal seperti semula. Tapi nyatanya tidak. Hanya sebuah
ilusi untuk menutupi kesalahannya. Membiarkan mulutnya yang tajam berbicara bak
gunting yang seakan berguna namun dapat memotong lalu membalikkan suatu fakta.
Menyelimuti cerita dengan dendam.
Bercerita seakan fakta dan tiada apa-apa. Namun dibalik itu semua cerita
dibalut dengan kalimat yang negative, toxic. Berbahaya. Sangat berbahaya. Tajam
dan kata-katanya semua dapat mencuci otak manusia. Agar semua percaya. Matanya
selalu berbohong.
Berani sekali dia. Mengulik-ulik
kisah hidup manusia. Seakan dirinya tau semuanya. Dia berbohong. Cam kan itu.
Mungkin aneh. Suatu fakta yang tidak dipercayai. Saat korban yang tertuduh
lemah. Siapa yang akan membalasnya. Siapa. Dan bagaimana keadilan akan terjadi.
Percayalah pada cerita korban. Bukan
cerita pelaku. Cerna lah setiap kata yang dia ucapkan. Monster. Begitulah
mulutnya sebenarnya. Hatinya busuk. Sangat busuk. Kuharap dia jujur. Tak se-munafik
itu. Kuharap dia mau mengakui kesalahan. Dan tidak egois. Semoga ia menjadi
dewasa, agar tiada korban trauma yang lainnya.
Comments
Post a Comment